Sejarah

Gereja Masa Belanda – Masa Indische Kerk (1860-1941)

Masa Indische Kerk (1860-1941)

Indische Kerk yang merupakan gereja negara yang dibentuk di Indonesia pada tahun 1817. Gereja dijadikan suatu lembaga administrasi negara yang mengurus soal-soal rohani. Gereja bergantung pada negara dalam segala hal. Pengurus Indische Kerk dilantik oleh gurbenur jenderal. Pengurus itu yang disebut Kerk Bestuur berkedudukan di Batavia. Pengangkatan pendeta diusul oleh pengurus itu. Tiap-tiap pendeta, syamas dan jemaat harus disyahkan oleh gubernur jendral. Indische Kerk tidak mau mempropagandakan ajaran-ajaran tertentu. Indische Kerk tidak menjadi gereja Gereformeerd atau Hervormd tetapi Protestan. Prinsip-prinsip dari Indische Kerk ialah Protestantisme.

Tujuan utama dari Kerk Bestuur ialah memperhatikan kepentingan, baik dari agama Kristen pada umumnya maupun dari gereja Protestan. Khususnya memperkembangkan pengetahuan agamiah, memajukan adat kebiasaan Kristen, menjaga keamanan dan kerukunan, menanamkan rasa cinta terhadap pemerintah dan tanah air. Dalam tujuan itu hampir-hampir tidak terdapat unsur kerygama Perjanjian Baru. Kerygama itu dirubah dan disesuaikan dengan situasi baru. Maksud ajaran Indische Kerk yakni memperlengkapi anggota-anggotanya dengan nilai-nilai religius dan ethis.

Tokoh-tokoh gereja pada akhir XIX ialah Donselaar dan J.J Niks. Donselaar bekerja sejak NZG berdiri, dan tetap bekerja di Timor sampai wafatnya pada tahun 1883. J.J Niks ditempatkan di Babau dan bekerja disana antara tahun 1874 dan tahun 1894.

Pada tahun 1890 di Rote ditempatkan Ds. J.J Le Grand. Pada tahun 1895 Le Grand menerbitkan kitab Injil Lukas dalam bahasa Rote dan untuk pertama kali khotbah dibuat dalam bahasa Rote. Le Grand juga mendidik siswa untuk menjadi Indlands Leraar (guru pribumi). Atas usahanya dibuka di Rote tahun 1902 sebuah sekolah guru Injil yang disebut STOVIL (School Tot Opeleiding Voor Inslands Leraar).

Pada tahun 1910 di Kupang ditempatkan seorang predikant Voorzitter yang memimpin gereja di seluruh keresidenan Timor, yaitu Ds. William Black. Ia mengusahakan PI di pulau Alor pada tahun 1911. Ds. Groothius berkedudukan di Babau. Ia berusaha menterjemahkan Injil ke dalam bahasa Timor dan berkhotbah dalam bahasa Timor. Pada tahun 1916 Injil baru mulai masuk ke pedalaman Timor. Di pulau Timor pada tahun 1922 tiba Ds. P. Middelkoop yang khususnya mengadakan penelitian mengenai bahasa Timor serta buku-buku nyanyian gereja.

Pada tahun 1922 Stovil dipindahkan ke Kupang dalam tahun 1931 Stovil ditutup oleh gereja sebab timbulnya sesuatu gerakan (yang ditanggapi oleh pimpinan sebagai nasionalisme). Kemudian dibuka lagi sebagai suatu sekolah Theologia di Soe tahun 1936 dan berlangsung sampai perang dunia kedua. Jumlah anggota Kristen di TTS pada tahun 1920 hanya 200 orang saja. Sesudah perang dunia II jumlah meningkat menjadi 80.000 orang.

Di Alor Ds. Binkhuisen memberi banyak perhatian pada bidang pendidikan. Penggantinya Ds. Van Daalen telah membaptiskan ribuan orang antara 1923-1924. Hanya dua orang, yaitu Boeken Kruger dan Mollema tinggal lebih dua atau tiga tahun di Alor. Banyak tenaga jatuh sakit sebab keadaan kesehatan di Alor amat berat bagi orang barat. Tetapi atas usaha orang-orang ini hampir setiap tempat di Alor ada gereja, sekolah dan pesanggrahan, dan kadang-kadang di tempatkan seorang Island Leraar yang bertugas sebagai pendeta dan pengawas sekolah.

Di Pulau Flores juga terdapat beberapa jemaat, khususnya di kota-kota yang dikunjungi dua kali setahun dari Kupang. Begitu juga di beberapa kota sumbawa timur.

Share Postingan Ini...