Sejarah

Gereja Masa Pendudukan Jepang

Gereja Masa Pendudukan Jepang

Dengan mendaratnya Jepang di Kupang pada permulaan tahun 1942, berarti berakhirlah juga pemerintahan Hindia Belanda di NTT. Keadaan gerejapun kocar-kacir. Semua tenaga Belanda ditahan. Jemaat-jemaat masih dilayani oleh pelayannya masing-masing, namun jaminan hidup bagi para pelayan bergantung 100% pada jemaatnya masing-masing, padahal sebelumnya mereka digaji oleh pemerintah. Tiap-tiap pelayan harus berusaha mencari nafkahnya dengan berkebun, berladang, atau sawah.

Pada waktu itu dibentuk suatu badan pengurus untuk mengatur hal-hal gerejawi di Timor. Badan itu disebut Badan Gereja Timor Selatan. Anggota-anggotanya sbb:

Ketua : Bapak N. Nisnoni, Raja Kupang
Wakil Ketua : Bapak Arnoldus dari kota Kupang
Sekretaris : Pedeta E. Tokoh
Bendahara : Bapak Habel dari Oeba
Anggota-anggota : Penantua Kafin dari Oeba
Penatua Radja dari Nunhila
Pendeta J. Amtiran dari Oenesu
Pendeta Huardao dari kuanino

 

 

 

Anggota gereja disentralisir dan para pelayan digaji dengan gaji tertentu yaitu Pendeta sebesar Rp. 50/bulan; guru jemaat Rp. 25; utusan Injil Rp. 15.

Tugas dari badan gereja ini selain dalam bidang keuangan ialah:
1.    Mengangkat pendeta, guru jemaat dan utusan Injil
2.    Mengedarkan keputusan derma yang dicetak diatas kertas berwarna
3.    Mengawasi sekolah-sekolah oleh pengawasnya Bapak J. nait.

Pada zaman Jepang terdapat juga pendeta-pendeta yang menjadi korban. Yang perlu dicatat ialah Pdt. Dikuanan dan Pdt. Riwu di Alor. Ada juga pendeta atau pak guru Tube di tarus. Dengan demikian, maka dalam periode 1942-1945 gereja Timor masih bertahan kendatipun dalam situasi perang yang sulit. Suatu bukti dari sejarah bahwa Tuhan senantiasa bekerja memelihara gereja melalui berbagai tokoh manusia, baik pendeta maupun awam.

Share Postingan Ini...