Ringkasan Khotbah

Ujian atau Pencobaankah? (Matius 4:1-11)

Diposkan pada

Renungan ini dikhotbahkan oleh Pdt. Marthina J. Hawu – Muni, S.Th dalam kebaktian Minggu Sengsara Yesus Kristus yang pertama di Jemaat GMIT Kota Baru pada Minggu (23 Februari 2020)

Injil Matius menceritakan bahwa sebelum Yesus memulai seluruh pelayananNya yang berawal dari Galilea, Dia harus mengalami pencobaan di Padang Gurun. PengalamanNya ini mengajarkan beberapa hal kepada kita:

1. Jangan pernah menggantungkan hidup pemberian Tuhan pada hal-hal yang bersifat sementara (ay. 3-4)

Setelah berpuasa 40 hari dan 40 malam maka laparlah Yesus. Dia menyentuh sisi kemanusiaanNya sedangkan iblis menyentuh sisi ke-Allah-an dengan mengatakan “jika Engkau Anak Allah perintahkanlah batu-batu ini menjadi roti”. Seolah-olah iblis mau bilang bahwa “sekarang Engkau lapar dan cara yang paling mudah dan cepat adalah memakai kuasa-Mu untuk merubah batu-batu ini menjadi roti.” Tetapi Yesus menjawab “manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah.”

Manusia membutuhkan makanan dan hal-hal jasmani lainnya (status, kekayaan, dsb) namun semua ini bukanlah segala-galanya. Kita hidup bukan hanya dari hal-hal jasmani tetapi dari Firman Tuhan. Iblis selalu menggunakan strateginya supaya manusia menjadikan hal-hal jasmani sebagai yang utama. Dan inilah yang kita hadapi sekarang. Kita hidup dalam masyarakat yang menerapkan pola pikir “jalan pintas” yang gampang dan cepat meskipun hal itu tidak sesuai kehendak Tuhan.

Orang kaya di Injil Lukas disebut bodoh bukan karena dia kaya tetapi dia disebut bodoh karena dia mempercayakan hidup pemberian Tuhan pada kekayaan dan akhirnya dia kehilangan nyawa dan semua yang dia miliki. Oleh karena itu, gantungkanlah hidup kita kepada Sang Pemberi Kehidupan, Yesus Kristus Tuhan.

2. Jangan memaksa Tuhan untuk menolong kita menurut cara dan waktu kita (ay. 5-7)

Yang ditawarkan iblis pada pencobaan kedua adalah demonstrasi mujizat yang spektakuler. Banyak pengikut Kristus yang sering memaksa Tuhan untuk menolongnya secara ajaib. Ayat 6b merujuk pada Mazmur 91:11-12 yang dipakai iblis untuk mencobai Yesus. Tetapi Yesus menjawab iblis “jangan mencobai Tuhan Allahmu”.

Sebenarnya Yesus mau bilang bahwa Firman Tuhan disampaikan bukan untuk mengontrol Tuhan dan memaksaNya untuk melakukan mujizat sesuai kehendak kita. Firman Tuhan bukan untuk diuji melainkan untuk dipercaya supaya manusia belajar berharap & mempercayakan diri kepada Tuhan. Biarkan Tuhan menolong kita dengan cara dan waktuNya. Saat kita memaksa Tuhan dengan menggunakan FirmanNya, maka disitulah kita sedang meragukan kuasa Tuhan.

3. Jangan menggeser kedudukan Tuhan sebagai yang utama dalam hidup kita (ay. 8-11)

Saat iblis menawarkan kepada Yesus untuk memberikan semua kerajaan beserta kemegahannya di bumi apabila Yesus sujud menyembahnya, Yesus berkata kepadanya bahwa engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti.”

Yesus menyadari bahwa sebelum Dia dicobai di Padang Gurun, Dia dibaptis di Sungai Yordan dan dalam baptisan itu terdengar proklamasi dari Sorga “inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan”. Yesus tahu dengan benar bahwa Dia adalah Anak Allah dan satu-satunya hal yang harus Dia lakukan adalah taat kepada BapaNya.

Pada pasal terakhir Injil Matius, Yesus berkata “kepada-Ku diberikan segala kuasa di sorga dan bumi.” Hal ini terjadi karena ketaanNya kepada Bapa. Iblis menawarkan kerajaan dan kemegahan di bumi tetapi saat Yesus Kristus taat kepada BapaNya, Dia tidak hanya diberi kuasa di bumi tetapi juga di sorga.
Jadi, jangan pernah menggeser kedudukan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup kita.

Banyak hal yang bisa kita jadikan alasan untuk menggeser kedudukan Allah tetapi mari kita belajar dari Yesus yang lebih memilih jalan salib, jalan ketaatan kepada Bapa dan terus belajar utk mengalahkan diriNya sndiri. Kunci kemenangan Yesus ada pada fokusNya padaFirman Tuhan. Oleh karena itu, ketika iblis mencobaiNya, Yesus selalu menanggapinya dengan mengatakan “ada tertulis” dan Dia berhasil memenangkan pergumulanNya. Ini inspirasi bagi kita untuk berjaga-jaga dan berdoa supaya jangan jatuh dalam pencobaan. Amin

Dirangkum oleh: Desy Kharisni Jeni Lero, S.Si-Teol., M.Si

Ringkasan Khotbah

Pengelolaan dan Pelayanan Gereja (I Tawarikh 23:1-6)

Diposkan pada

Renungan ini dikhotbahkan oleh Pdt. Yandi Manobe, S.Th dalam Kebaktian Ekspresif di Jemaat GMIT Kota Baru pada Minggu (16 Februari 2020) pkl. 17.00 WITA

Ada dua alasan yang membuat pengelolaan dan pelayanan gereja itu penting dan harus dilakukan dengan penuh komitmen:

1. Karena Allah yang menyelenggarakan kehidupan peribadahan kita

Saat bangsa Israel keluar dari Mesir dan mengembara di Padang Gurun, Allah menyuruh mereka membuat Tabernakel (kemah pertemuan/kemah suci yang dapat dipindahkan) agar Allah berdiam dalam kehidupan mereka. Tabernakel ini tidak dibiarkan begitu saja tetapi dikelola oleh suku Lewi. Gerson, Kehat dan Merari adalah keturunan Lewi yang dipilih Allah untuk mengurus Tabernakel (Bil. 3:14-37). Masing-masing bertanggung jawab atas tugasnya supaya bangsa Israel dapat beribadah kepada Allah dalam suasana yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bukan diri kita yang menyelenggarakan ibadah untuk Tuhan tetapi Tuhanlah yang menyelenggarakan ibadah untuk kita. Oleh karena itu, seluruh aktifitas pelayanan harus dikelola bukan saja ibadahnya tetapi administrasinya juga harus dikelola karena setiap orang yang terlibat dalam proses peribadahan berarti dia sedang melangsungkan tugas pelayanan dengan otoritas Tuhan untuk memberitakan kebenaran berdasarkan kehendak Tuhan bukan kehendak diri sendiri.

Dengan demikian, baik para pemimpin gereja maupun jemaat harus tunduk pada aturan pengelolaan pelayanan yang berlaku supaya tidak ada yang merasa dirinya lebih utama dan yang lain diabaikan. Kristus adalah Kepala Gereja dan kitalah anggota-anggota tubuhNya. Tidak ada satupun anggota tubuh yang lebih penting dari anggota tubuh yang lain. Semuanya saling melengkapi dan layak mendapatkan perhatian yang sama. Pengelolaan pelayanan yang baik dan komitmen untuk menaatinya mengajarkan kita untuk mengatur pelayanan secara merata karena semua anggota tubuh Kristus (jemaat) berhak mendapatkan pelayanan yang baik dari Allah.

2. Karena kita adalah bagian dari masyarakat yang harus memberi dampak positif. Itulah buah Kekristenan

Pada masa kepemimpinan raja Daud, dia memberi landasan spiritual dalam kehidupan bangsa Israel yang sekaligus mempengaruhi kehidupan politik mereka. Kedua hal ini saling mempengaruhi karena umat yang beribadah disebut juga sebagai warga kerajaan. Kita disebut sebagai jemaat Tuhan sekaligus sebagai masyarakat. Oleh karena itu, kehidupan kita sebagai jemaat Tuhan diharapkan memberi dampak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang penataannya dimulai dari gereja.

Namun, untuk memberikan dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Penelitian membuktikan bahwa orang yang hidup 70 tahun lebih banyak menghabiskan waktunya untuk hal-hal di luar peribadahan. Mereka menghabiskan 23-30 tahun untuk tidur, 16 tahun untuk bekerja, 8 tahun untuk nonton, 6 tahun untuk jalan-jalan, 6 tahun untuk makan, 4½ tahun untuk bersantai, 4 tahun untuk sakit yang ringan, 2 tahun untuk berdandan dan hanya 6 bulan untuk beribadah. Penelitian ini menunjukkan bahwa kita belum mengelola kehidupan kita dengan baik sehingga hanya 6 bulan dari total usia kita yang dihabiskan untuk Tuhan dan akibatnya kehidupan peribadahan kita tidak mampu memberi dampak positif bagi orang lain. Hampir semua pemimpin daerah NTT beragama Kristen tetapi NTT menduduki peringkat ke-4 di Indonesia untuk kasus korupsi. Itu artinya, peribadahan kita belum memberi dampak positif.

Daud mengelola pelayanan di Bait Allah melalui 38.000 orang Lewi yang ditugaskan sebagai pengawas pekerjaan di rumah Tuhan, pengatur dan hakim, penunggu pintu gerbang serta para pemuji dan pemain musik agar kepemimpinan Allah tetap mereka alami bukan saja pada saat beribadah tetapi juga di luar peribadahan mereka melalui pengakuan yang benar akan Allah.

Kehidupan peribadahan kita terdiri dari dua bagian yaitu ibadah liturgis (kebaktian minggu, Ibadah Rumah Tangga, Ibadah Kategorial, dsb) dan ibadah raya kehidupan (cara hidup pengikut Kristus dalam kehidupannya sehari-hari). Pengelolaan pelayanan gereja seharusnya diarahkan untuk membangun dan menghidupkan Teokrasi (Kepemimpinan Allah) dalam ibadah liturgis dan ibadah raya kehidupan kita karena melalui kepemimpinan Allah, gereja akan tiba pada pengakuan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya karena Allah yang berkarya. Gereja yang terus bergantung pada manusia, yang kehidupan pelayanannya dikelola bukan untuk menumbuhkan Teokrasi (Kepemimpinan Allah) akan mengalami kegagalan. Gereja harus bergantung pada Allah karena kepemimpinan Allah yang kita bawa dalam persekutuan ini.

Pengelolaan pelayanan untuk membangun dan menghidupkan Teokrasi (Kepemimpinan Allah) juga harus disambut oleh jemaat yang beribadah dengan sikap yang memperlihatkan Tuhan dalam hidupnya bagi orang lain. Itulah ibadah raya kehidupan. Setiap berkat yang kita peroleh dari Allah tersimpan berkat orang lain yang perlu kita bagikan. Jika kehidupan kita belum menjadi berkat bagi orang lain, maka itu berarti bahwa kehidupan peribadahan kita belum berdampak. Jemaat harus merendahkan diri dan menaruh perhatiannya pada Terang Kristus agar pengelolaan dan pelayanan gereja berjalan baik dan memberi dampak positif bagi banyak orang demi kemuliaan Tuhan. AMIN

Dirangkum oleh: Desy Kharisni Jeni Lero, S.Si-Teol., M.Si


Full Video Kebaktian

Ringkasan Khotbah

Rumus untuk Hidup yang Berbuah (Yohanes 15 : 1 – 8)

Diposkan pada

Renungan ini dikhotbahkan oleh Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo dalam Kebaktian Akhir Tahun 2019 di Jemaat GMIT Kota Baru pada Selasa (31/12/2019)

Bobot kehidupan seseorang adalah apabila ia memberi buah. Itulah intisari dari perumpamaan Yesus tentang pokok anggur. Tidak penting berapa lama usia seseorang, yang terpenting adalah di usia yang dijalaninya, ia memberikan buah. Tuhan membutuhkan buah, betapa pun kecil dan tidak elok, itu adalah buah yang memperindah kehidupan dalam kerajaan Allah. Setiap kita dengan berbagai latar belakang juga menginginkan memiliki hidup yang menjadi berkat yaitu hidup yang membuahkan kebaikan bagi sesama dan tentu saja bagi Tuhan. Pertanyaannya, buah seperti apakah yang sudah kita hasilkan? Ataukah hidup kita belum berbuah sama sekali?

Dalam perumpamaan tentang pokok anggur, Yesus menunjukkan dua rumus untuk memiliki hidup yang berbuah. Pertama, anggur barulah bisa berbuah kalau ranting dan seluruh daunnya dikerat atau dipotong. Pemupukan dan penyiraman diperlukan untuk kesuburan tanaman anggur, tetapi untuk berbuah maka keseluruhan tanaman harus mengalami proses pengeratan. Bagi tanaman anggur, pembersihan ranting dan pengeratan cabang bersama daun-daun tentu merupakan kejadian yang menyakitkan karena mengakibatkan adanya luka pada batang dan dahan. Proses penyembuhannya pun berlangsung lama.

Saat mengalami kemalangan, ditimpa kesulitan, berhadapan dengan kegagalan atau bahkan doa untuk sebuah harapan tidak terkabul, tentulah menimbulkan sakit, kepahitan bahkan depresi. Kita mulai meragukan kemahakuasaan Tuhan. Kita mulai kecewa dan marah kepada Tuhan. Jika memang itu yang terjadi dengarlah apa kata Yesus dalam perumpamaan tadi. Rumus pertama untuk berbuah adalah pemangkasan dan pembersihan.

Merasa kecewa dan marah kepada Tuhan karena kebuntuan dan bukan keberuntungan memang manusiawi, tetapi jangan lupa kalau itu merupakan rumus pertama untuk memiliki hidup yang berbuah. Tuhan terpaksa memberikan kopi pahit itu untuk menghentikan sebuah keburukan atau untuk membuat kita banting stir. Bolehlah kecewa dan menjadi marah kepada Tuhan seperti Nabi Yunus, tetapi ingatlah bahwa itu merupakan fase pertama yang berfaedah supaya hidup kita berbuah.

Rumus kedua untuk berbuah ditegaskan Yesus dengan kalimat: “Jika kamu tinggal di dalam Aku dan Aku tinggal di dalam kamu.” Kalimat ini berisi penegasan kembar: Yesus dalam kita, kita dalam Yesus. Lebih dari 3 kali penegasan itu dibuat Yesus. Abraham dan Sarah kecewa dan marah karena kerinduan mereka untuk memiliki seorang anak tidak terpenuhi. Sarah mengusulkan bertindak di luar Tuhan dan pada akhirnya mereka mendapatkan seorang anak tetapi hidup mereka disusul masalah yang lebih pelik. Menolak untuk tidak tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan tidak tinggal di dalam kita memang kadang memberikan keberuntungan dan cita-cita bisa diraih, tetapi waspadalah karena keberuntungan itu semu, hanya kelihatannya saja beruntung.

Buah dari kehidupan yang sejati hanya diperoleh kalau dua hal kembar itu dijalani secara konsisten yaitu Yesus tinggal di dalam kita dan kita tinggal di dalam Yesus. Kalau hanya Yesus yang tinggal di dalam kita, sedangkan kita tidak mau tinggal di dalam Yesus, maka buah yang kita hasilkan pasti sepat, semu, hanya kelihatannya saja berbuah. Begitu juga sebaliknya, kalau kita di dalam Yesus tetapi tidak memberi ruang dan waktu bagi Yesus untuk tinggal di dalam kita maka hidup kita pasti berbuah tetapi buah itu tidak bertahan lama.

Tahun 2019 akan segera berlalu. Allah memberikan kita tahun itu supaya hidup kita berbuah. Kalau kemalangan dan kepahitan yang menjadi bagian kita di tahun 2019 dan hal itu membuat kita kecewa dan marah kepada Tuhan, janganlah kekecewaan dan kemarahan itu membuat kita mengambil route menjauh dari Tuhan, tetapi ingatlah bahwa itu adalah rumus pertama untuk berbuah asalkan kita susul dengan rumus kedua yaitu menjadikan kemalangan dan kepahitan hidup itu sebagai satu moment untuk mengundang Tuhan tinggal di dalam kita dan kita mempercayakan hidup kita ke dalam rancangan Tuhan. Kalau itu yang kita lakukan, bersiap-siaplah untuk menghitung berkat Tuhan di tahun 2020 yaitu hidup yang berbuah manis dan buah itu tetap. Amin

Dirangkum oleh: Desy Kharisni Jeni Lero, S.Si-Teol., M.Si