Sejarah GMIT Kota Baru

Sejarah Berdirinya GMIT Kota Baru

1. Kebijakan Pemerintah Untuk Pembukaan Daerah Baru

Pada tahun 1980-an, pemerintah Kota Administratif  Kupang merasa perlu membuka pemukiman baru di wilayah KOTIP Kupang. Wilayah Kota Baru merupakan salah satu wilayah pengembangan kota. Pembukaan wilayah baru kemudian mengakibatkan tumbuhnya wilayah pemukiman baru beserta fasilitas sarana yang mengikutinya. Untuk menempati wilayah pemukiman baru dipindahkanlah beberapa pemukim di wilayah lama ke wilayah baru. Ketika itu pemerintah kota administratif  Kupang memindahkan sejumlah warga masyarakat Kota Kupang di kelurahan Fontein, yang  mayoritas adalah jemaat GMIT Kota Kupang yang secara administratif berasal dari kelurahan Naikoten untuk menempati pemukiman baru yang terbentang dari kelurahan Fatululi hingga kelurahan Tuak Daun Merah. Proses pembukaan wilayah pemukiman baru itu adalah bagian dari pengembangan wilayah yang dibuat oleh pemerintah Kota Administratif Kota Kupang. 

Pemerintah juga menyediakan sejumlah pemukiman bagi dosen Universitas Nusa Cendana. Ketika sejumlah dosen Undana mengambil bagian dalam kebijakan pemerintah tersebut, maka proses perpindahan pemukimanpun terjadi. Para dosen Undana yang pindah ke pemukiman baru itu sebagian merupakan warga GMIT yang berasal dari jemaat GMIT Paulus Naikoten. Di tempat pemukiman baru itu, warga jemaat GMIT tetap beribadah di jemaat asal mereka karena di wilayah pemukiman baru itu belum ada jemaat GMIT mandiri. Pelayanan kepada jemaat GMIT tetap dilaksanakan oleh jemaat asal tempat para pemukim baru itu berasal.

2. KEBUTUHAN BERIBADAH

Selanjutnya, setelah beberapa waktu berjalan, jemaat-jemaat GMIT yang ada di dalam wilayah pemukiman baru ini, oleh karena kebutuhan pelayanan rohani yang sama dan karena faktor jarak tempuh ke jemaat asal yang jauh dan kesulitan transportasi mulai mengorganisir diri untuk mempercakapkan tentang kebutuhan menghadirkan sebuah jemaat mandiri di wilayah pemukiman mereka untuk menjawab kebutuhan pelayanan rohani mereka sendiri. Kerinduan jemaat akan terpenuhinya kebutuhan pelayanan rohani mereka secara optimal ini mendapatkan respon positif dari jemaat asal dan klasis Kota Kupang serta Majelis Sinode GMIT dan karena itu percakapan-percakapan intensif untuk mematangkan rencana kehadiran jemaat mandiripun mulai dilaksanakan, yang pada akhirnya mencapai sebuah kesepakatan bersama untuk mendirikan sebuah jemaat mandiri dengan nama  jemaat  GMIT  Kota Baru,  yang  berada  dalam wilayah klasis Kota Kupang.

Jemaat Kota Baru sebagai bagian dari jemaat-jemaat GMIT adalah jemaat yang terbentuk karena kebutuhan akan pelayanan yang ada pada anggota jemaat-jemaat GMIT yang menempati wilayah pemukiman baru, sebagai konsekuensi dari semakin pesatnya tingkat pertumbuhan masyarakat Kota Kupang. 

3. Cikal Bakal Berdirinya Jemaat Kota Baru

3.1. Jemaat GMIT Kota Kupang

Pada tahun 1982 pemerintah Propinsi NTT menetapkan rencana perluasan RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Hal ini menyebabkan keluarga-keluarga yang berdiam di sekitar wilayah RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang, harus direlokasi ke pemukiman baru. Setelah melalui proses yang panjang, maka pada Desember 1982 tercatatlah ada 10 keluarga yang mengikuti program relokasi tersebut, yaitu: keluarga Ishak Riwu, keluarga Marthen Raja Tuka, keluarga Ishak Kana Mangngi, keluarga Kori Dima, keluarga Napoleon Lenggu, keluarga Daud Hadjo, keluarga Ama Meki, keluarga Fransis Haga, keluarga Yakob Kana, dan keluarga Dominggus Idje Doko. Delapan keluarga adalah warga GMIT jemaat Kota Kupang dan 2 lainnya, yaitu keluarga Yakob Kana dan Kori Dima adalah warga GPdI. Ke-10 keluarga ini setelah berada di wilayah pemukiman baru tetap mendapatkan pelayanan dari jemaat asal mereka.

Seiring dengan berjalannya waktu, ke-10 keluarga ini mulai merasakan bahwa kebutuhan pelayanan rohani mereka terkendala oleh jarak dan sarana transportasi yang masih terbatas yang berdampak pada menurunnya aktivitas bergereja dan berjemaat ke dan dari jemaat asal. Kenyataan ini mendorong keluarga yang di wilayah pemukiman baru untuk mulai berpikir tentang kemungkinan berbakti bersama menuju pada jemaat mandiri bagi 10 KK di wilayah baru. Ide ini kemudian disampaikan kepada Majelis Jemaat Kota Kupang, yang waktu itu dipimpin oleh Pdt. J. D. Ale, STh, selaku Ketua Majelis Jemaat Kota Kupang. Ide ini direspon positif oleh Majelis Jemaat GMIT Kota Kupang. Pada minggu pertama Januari 1986, bertempat di rumah keluarga Joseph Kudji Rihi, diadakan pertemuan membahas kebutuhan jemaat ini. Pdt. J. D. Ale, S.Th menganjurkan kepada jemaat yang ada untuk mencari tempat ibadah. Dari hasil penelusuran, tempat yang dianggap cocok untuk melakukan kegiatan ibadah sementara adalah SD Inpres Bertingkat Kelapa Lima I.

Menindaklanjuti hasil pertemuan di rumah keluarga Joseph Kudji Rihi, salah seorang anggota majelis jemaat GMIT Kota Kupang, Bapak Marthen Lulu menghubungi Ibu Nori Bukan-Bulak, Kepala Sekolah SD Inpres  Bertingkat Kelapa Lima I untuk dapat menggunakan tempat tersebut sebagai tempat Ibadah Minggu bagi warga jemaat GMIT Kota Kupang yang bermukim di wilayah Kota Baru. Ibu Bukan-Bulak menyarankan agar Bapak Marthen Lulu melaporkan atau meminta izin terlebih  dahulu  kepada  pimpinannya di Dinas  Pendidikan  Kabupaten  Kupang.

Bapak Pdt. J. D. Ale, S.Th mengajukan surat permohonan untuk memakai dan atau menggunakan gedung bertingkat SD Negeri I Kelapa Lima sebagai tempat beribadah jemaat yang bertempat tinggal di wilayah Kota Baru pada hari Minggu kepada Bapak Bupati Kupang Y. K Moningka dan tembusannya kepada kepala Dinas P dan K  Kabupaten Kupang, Drs. Mel Adoe.

Permohonan tersebut disetujui oleh Bapak Bupati Kupang dengan mengirimkan surat persetujuan kepada Pdt. J. D. Ale, S.Th tembusannya disampaikan kepada Bapak Kepala Dinas P dan K Kabupaten Kupang. Selanjutnya gedung SD tersebut  digunakan sebagai tempat ibadah jemaat wilayah Kota Baru delapan  bulan dua belas hari.

Bapak Gerson Lapailaka dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang waktu itu memfasilitasi pengurusan izin penggunaan gedung dimaksud. Pihak sekolah kemudian memberikan 2 ruang belajar yang dapat dibuka untuk kegiatan ibadah Minggu. Ruangan itu direncanakan akan dipakai untuk beribadah  pada minggu kedua dan keempat sedangkan minggu pertama dan ketiga jemaat harus beribadah di gedung kebaktian  Jemaat  Kota  Kupang. 

Dengan keluarnya izin dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang, maka pada tanggal 8 Januari 1989 diadakan kebaktian perdana yang dipimpin Pdt. J. D. Ale, S.Th, di lantai 1 gedung SD. Bertingkat Kelapa Lima 1 dengan menggunakan 2 (dua) ruangan kelas. Kebaktian ini dihadiri oleh 10 kepala keluarga, yaitu: keluarga Fransis Haga (6 orang), keluarga Marthen Radja Tuka (5 orang), keluarga Napoleon  Lenggu (6 orang), keluarga Labu Ga (10 orang merupakan jemaat Galed), keluarga Cornelis Taga (6 orang), keluarga Josep Kudji Rihi (7 orang), keluarga Esther Huna Kore (4 orang), keluarga Sarlotha Kore (1 orang), keluarga Jehelkias Para Ede (6 orang), keluarga Herman Para Ede (5 orang). Yang mempersiapkan ruangan kelas untuk beribadah saat itu adalah bapak Markus Kodo, penjaga sekolah tersebut. Kolekte kebaktian  tanggal  8  Januari  1989  diserahkan  ke kas Majelis Jemaat Kota Kupang.

Setelah kebaktian Minggu tanggal 8 Januari 1989 tersebut barulah warga jemaat lainnnya termasuk warga jemaat Paulus Naikoten berkoordinasi dengan warga jemaat Kota Kupang untuk bergabung yang diawali dengan mengundang anggota Majelis Jemaat Kota Kupang untuk pertemuan di rumah Bapak Dance A. Patty, SH, sehingga terbentuklah “Koordinator Majelis Jemaat Kota Baru” (gabungan dari anggota majelis jemaat dari GMIT Kota Kupang dan dari GMIT Paulus Naikoten).

Setelah terbentuk koordinator Majelis Jemaat tersebut, maka pada hari Minggu tanggal 15 Januari 1989 dilaksanakan kebaktian bersama di SD Inpres Bertingkat Kelapa Lima 1  yang dihadiri oleh kurang lebih 25 kepala keluarga. Sejak saat itu warga GMIT  Jemaat  Kota Kupang yang berdomisili di wilayah Kota Baru beribadah di gedung SD Inpres Bertingkat Kelapa Lima 1. Tercatat Majelis Jemaat GMIT Kota Baru yang pernah melayani di Kota Kupang waktu itu adalah Bapak Drs. Marthen Lulu, Bapak Cornelis Taga, Bapak Marthen Radja Tuka dan Bapak Napoleon Lenggu. 

Setelah beberapa waktu kemudian Jemaat GMIT  Kota Baru berpindah tempat ibadah di kantor sinode GMIT lantai II. Berkenaan dengan ini, Pdt. J. D. Ale, S.Th menyampaikan Surat Ucapan Terima Kasih kepada Bapak Bupati Kupang karena telah menggunakan gedung SD tersebut dan juga memberitahukan  bahwa tidak lagi memakai  gedung  SD  tersebut  sebagai  tempat ibadah.

3.2. Jemaat GMIT Paulus Dan Lainnya

Pada tahun 1984 Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang dalam program kesejahteraannya menyediakan perumahan bagi dosen UNDANA di wilayah Kelurahan Kelapa Lima dan Kelurahan Fatululi yang disebut perumahan dosen III dan IV. Para dosen ini yang menempati pemukiman baru di wilayah Kota Baru berasal dari wilayah pelayanan Jemaat GMIT  Paulus Naikoten I. Pergumulan untuk menghadirkan sebuah jemaat mandiri di wilayah Kota Baru juga, menjadi pergumulan warga jemaat GMIT Paulus Naikoten 1 yang bermukim di wilayah Kota Baru. Bapak Drs. Policharpus Ch. Mauko,MS menginformasikan bahwa berpindahnya sejumlah dosen yang dulunya bermukim di wilayah pelayanan jemaat GMIT Paulus Naikoten ke kompleks di kelurahan Kelapa Lima dan Fatululi pada bulan  November 1984, setelah  perumahan  itu  selesai  dibangun. 

Ketika sejumlah dosen beserta keluarganya menempati perumahan yang disediakan, mereka juga mengalami kesulitan dalam hal jarak dan transportasi ke jemaat Paulus Naikoten karena keterbatasan sarana transportasi saat itu, yang tentu saja berdampak pada aktivitas pelayanan ke dan dari jemaat GMIT Paulus Naikoten. Kesulitan ini kemudian menjadi salah satu agenda yang dibawa dan dipercakapkan dalam rapat majelis jemaat GMIT Paulus Naikoten. Dalam rapat itu lahirlah pemikiran untuk membuka wilayah pelayanan khusus, yang kemudian dikenal sebagai rayon 10 dalam wilayah pelayanan jemaat GMIT Paulus Naikoten.

Mereka yang bermukim di wilayah pelayanan khusus itu, antara lain: keluarga Drs. Jacob A. Frans, keluarga Bangun Pasaribu, keluarga Lasfeto, keluarga Drs. Policharpus Ch. Mauko,MS, keluarga F. Pello, keluarga Drs. Henkie Jeheskial Soleman Mone, keluarga Karel Tahitoe, keluarga Drs. Kusharyanto, keluarga Umbu Saramony, keluarga Ir. Marthinus Junus Pella,MT, keluarga Agus Palamba, keluarga Pinta Malem Ginting, keluarga D. D. Nggadas, keluarga Ishak Mantja, keluarga Herewilla-Likadja, dan  keluarga Yohana  Tokan – Goma.

Pemikiran untuk membuka wilayah baru di wilayah pemukiman Kota Baru ini kemudian dipercakapkan secara formal  dengan warga jemaat GMIT Paulus Naikoten yang ada di wilayah Kota Baru dengan melibatkan beberapa warga GMIT dari jemaat di luar GMIT Paulus Naikoten yang bermukim di wilayah Kota Baru.

Dalam suatu ibadah syukur di rumah keluarga Johanis Damaleru, yang adalah anggota jemaat GMIT Syalom Airnona di kompleks Statistik pada 20 Oktober 1985, pembicaraan tentang cikal bakal jemaat GMIT Kota Baru semakin intensif dipercakapkan. Pada pembicaraan waktu itu ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang, Pdt. Matheos Ndoen, juga hadir dan terlibat dalam percakapan itu. Pdt. Matheos Ndoen menyambut baik pemikiran pendirian jemaat mandiri di wilayah Kota Baru. Para tokoh jemaat dari jemaat Paulus Naikoten yang hadir saat itu kemudian meminta kesediaan Pdt. Matheos Ndoen untuk memproses rencana pendirian itu secara kelembagaan. Pdt. Matheos Ndoen selaku ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang menyambut baik hal itu. Beliau kemudian menunjuk rayon 10 wilayah pelayanan GMIT Paulus untuk mengkoordinir berdiri jemaat mandiri di wilayah Kota Baru. Beliau meminta untuk segera melakukan inventarisasi warga GMIT yang berdomisili di wilayah Kota Baru dan kemudian melaporkan kepada Badan Pekerja Klasis Kota Kupang untuk diambil langkah selanjutnya.

Kegiatan  inventarisasi kemudian dilakukan oleh Bapak Jacob A. Frans dan Bapak Drs. Henkie Jeheskial Soleman. Mone. Dari inventarisasi terdapat 22 KK yang berasal dari jemaat GMIT Paulus Naikoten dan 15 KK dari jemaat GMIT Kota Kupang, sehingga keseluruhan  warga GMIT  adalah 37 KK. Hasil ini kemudian dilaporkan kepada ketua Badan Pekerja Klasis oleh kedua bapak tadi. Dalam pertemuan dengan ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang, Bapak Drs. Jacob A. Frans menggarisbawahi agar Badan Pekerja Klasis berperan aktif dalam mewujudkan jemaat mandiri untuk menghindari penonjolan pribadi atas upaya pemandirian jemaat di wilayah Kota Baru sehingga membawa dampak negatif pada persekutuan jemaat karena cikal bakal jemaat ini berasal juga dari jemaat lain selain Paulus Naikoten. Pemikiran ini mendapat respon positif dari ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang. Pdt. Matheos Ndoen kemudian berpendapat bahwa untuk mewujudkan hal itu, maka perlu diadakan percakapan dengan jemaat-jemaat lain yang ada dalam wilayah klasis Kota Kupang sehingga mendapatkan dukungan untuk penataan pelayanan di  wilayah baru itu nanti.

Dua gambaran tentang keinginan dari warga jemaat GMIT  Kota Kupang dan jemaat GMIT Paulus Naikoten untuk dapat menghadirkan sebuah jemaat mandiri di wilayah pemukiman Kota Baru memperlihatkan kepada kita bahwa kehadiran sebuah jemaat adalah kebutuhan warga GMIT di wilayah pemukiman Kota Baru. Kebutuhan itu kemudian dibawa dalam percakapan intensif di tiap jemaat asal pada forum Majelis Jemaat selaku pemimpin jemaat, yang diketahui oleh Ketua Majelis Jemaat.Dan bahwa respon baik didapatkan dari pihak Majelis Jemaat bahkan dari pihak jemaat GMIT Kota Kupang sudah mulai melaksanakan kegiatan kebaktian di wilayah baru itu. Upaya-upaya yang dilakukan oleh dua pihak memperlihatkan kepada kita bahwa upaya menghadirkan jemaat mandiri adalah sebuah upaya yang prosedural dan bukan nonprosedural dengan melibatkan Majelis Jemaat dan Badan Pekerja Klasis Kota Kupang sebagai lembaga yang berwewenang untuk mendirikan jemaat  mandiri  baru. 

4. Jemaat Awal Kota Baru (Tahun 1989 – 1992)

4.1. Peresmian Dan Pertumbuhan Jemaat Kota Baru

Keinginan  untuk menghadirkan  jemaat  mandiri di wilayah Kota Baru semakin kuat hadir dalam diri Jemaat Paulus Naikoten dan Jemaat Kota Kupang. Kebaktian 15 Januari 1989 yang diadakan oleh Majelis Jemaat Kota Kupang telah mendorong Majelis Jemaat Paulus Naikoten untuk membangun komunikasi dan koordinasi dengan Majelis Jemaat dan tokoh jemaat Kota Kupang yang ada di wilayah Kota Baru. Bapak Drs. Policharpus Ch. Mauko,MS dan Bapak Drs. Jacob A. Frans kemudian membangun komunikasi dengan Pdt. Gaspers I. Beli, M.Th selaku Ketua Majelis Jemaat GMIT Paulus Naikoten untuk membangun komunikasi dengan ketua Majelis Jemaat  GMIT Kota Kupang dalam merealisasikan keinginan menghadirkan jemaat mandiri di Kota Baru. 

Di tingkat tokoh jemaat GMIT Paulus Naikoten, upaya membangun komunikasi dan koordinasi dengan tokoh jemaat GMIT Kota Kupang pun dilakukan. Bapak  Jacob A. Frans dan Bapak Henkie Jeheskial Soleman Mone selaku Majelis Jemaat GMIT Paulus Naikoten kemudian menghubungi Bapak Cornelis Taga dan Bapak Marthen Radja Tuka yang juga  Majelis Jemaat  GMIT Kota Kupang untuk mempercakapkan keinginan menghadirkan jemaat mandiri di Kota  Baru dan percakapan dengan ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang.

Kebaktian tanggal 15 Januari 1989 disambut positif oleh warga jemaat GMIT Paulus Naikoten. Mereka juga bergabung dengan warga jemaat GMIT Kota Kupang untuk kebaktian itu. Bahkan dari informasi Pdt. Mesakh J. Karmany,S.Th bahwa Bapak Jacob A. Frans, Bapak Hengkie Jeheskial Soleman Mone, Bapak Pinta Malem Ginting, Bapak Agus Palamba dan Bapak Policharpus Ch. Mauko, beserta jemaat GMIT Paulus Naikoten lainnya bergabung dengan Jemaat Kota Kupang untuk mengupayakan berdirinya jemaat mandiri Kota Baru dan menyetujui bahwa hari lahirnya jemaat Kota Baru adalah 15 Januari 1989.

Semenjak kebaktian tanggal 15 Januari 1989, usaha untuk membangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait antara majelis jemaat Kota Kupang, majelis jemaat Paulus Naikoten, Badan Pekerja Klasis Kota Kupang dan Majelis Sinode GMIT semakin intensif dilakukan. Pada tanggal 29 Januari 1989 diadakan kebaktian perdana peresmian oleh ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang, Pdt. Matheos Ndoen. Dalam kebaktian itu semua Ketua Majelis Jemaat dalam klasis Kota Kupang diundang. Pada kebaktian peresmian itu juga hadir wakil ketua klasis Kota Kupang, Bapak Butje Latuparissa. Dalam peresmian itu ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang juga menyerahkan warga jemaat dari 2 jemaat yang bermukim di wilayah Kota Baru kepada penanggung jawab Jemaat GMIT Kota Baru (Pnt. Drs. Jacob A. Frans) untuk dilayani dan bersekutu bersama sebagai jemaat Kota Baru. Badan Pekerja Klasis juga mengambil inisiatif mengatur pelayanan pendeta di jemaat Kota Baru dengan menjadwalkan para pendeta Klasis Kota Kupang untuk melayani di  jemaat  Kota  Baru  secara  bergilir.

Majelis Jemaat GMIT Kota Kupang yang pada tanggal 22 Januari 1989 melaksanakan kegiatan ibadah di SD Inpres Kelapa Lima I, pada kesempatan itu  juga menyetor hasil pelayanan ibadah pada waktu itu ke penanggung jawab pelayanan  jemaat GMIT  Kota Baru sebagai sebuah bentuk penegasan bahwa Majelis Jemaat Kota Kupang  mendukung  sepenuhnya berdirinya jemaat GMIT Kota Baru. Hasil kolekte itu disetor ke kas  jemaat GMIT Kota Baru. Kas diatur oleh bendahara terpilih, yakni Pnt. Drs. Policharpus Ch. Mauko,MS.

Dukungan jemaat terhadap keberadaan jemaat GMIT Kota Baru diberikan dalam bentuk dukungan harta benda, talenta, tenaga dan pikiran. Demi kelancaran kebaktian, jemaat menyumbangkan perangkat soundsystem, filling cabinet, wireless sumbangan dari bapak Daniel Folabessy, organ elekton sumbangan bapak  Policharpus Ch. Mauko,MS, bapak J. H. Touselak, dan bapak Pinta Malem   Ginting, dan ada juga yang menyumbangkan kertas untuk kegiatan administrasi. Sementara itu warga jemaat mengorganisir diri membentuk paduan suara jemaat. Dan tercatat PS pertama yang terbentuk adalah PS. Glori, yang dipimpin oleh Bapak Kusa Nope. Dukungan jemaat juga diberikan ketika kegiatan paskah berlangsung. Keterlibatan warga jemaat dalam kebaktian dan lomba-lomba untuk perayaan dimaksud juga memperlihatkan betapa jemaat sangat bersukacita dan bersyukur karena kebutuhan dan keinginan mereka dijawab Tuhan. Mereka terus memberikan yang terbaik yang ada pada mereka untuk pelayanan dan bahkan semakin hari persekutuan yang terjalin di antara jemaat semakin kuat.

Seiring dengan berjalannya waktu, maka terjadi pertambahan jumlah warga Jemaat Kota Baru, dan hal ini berdampak pada daya tampung tempat kebaktian. Di sisi lain, Jemaat GMIT Kota Baru juga diperhadapkan dengan sebuah persoalan, yaitu teguran dari pimpinan Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang tentang pemanfaatan gedung SD Inpres Bertingkat Kelapa Lima I sebagai tempat ibadah. Teguran ini seperti yang dikatakan Pnt. Henkie Jeheskial Soleman Mone, terjadi sebelum jatuh tempo pemberian izin pemakaian gedung SD Inpres  Bertingkat Kelapa Lima I untuk kegiatan ibadah, yaitu dari 15 Januari 1989 – 20 Agustus 1989. Teguran ini di satu sisi menjadi kendala atau hambatan bagi aktivitas pelayanan jemaat muda ini. Akan tetapi sekaligus juga menjadi motivasi untuk segera memikirkan alternatif jangka pendek bagi tempat ibadah sambil mempersiapkan tempat ibadah yang permanen di masa depan.

Percakapan Majelis Jemaat GMIT Kota Baru dengan pihak SD Inpres Bertingkat Kelapa Lima I menghasilkan kesepakatan untuk mempergunakan tiga ruang kelas dari sebelumnya yang hanya dua ruangan. Penambahan ini membuat Majelis Jemaat GMIT  Kota Baru  mengalami kesulitan untuk menempatkan mimbar kebaktian. Kondisi ini menyebabkan munculnya keputusan di tingkat Majelis Jemaat untuk menghubungi Majelis Sinode GMIT  untuk meminta  izin  penggunaan lantai II kantor Sinode bagi kegiatan kebaktian jemaat Kota Baru, sambil jemaat mempersiapkan pembangunan gedung kebaktian. Izin ini disetujui Majelis Sinode GMIT pada 27 Agustus 1989, untuk pertama kalinya kebaktian jemaat berlangsung di lantai II kantor Sinode GMIT. Dengan didahului pengadaan 25 bangku panjang untuk tempat duduk jemaat yang dipesan dari CV. Djohar (dipesan oleh Bapak Marthen Radja Tuka,  pembayaran oleh bendahara Drs. Policharpus Ch. Mauko, MS). Pada pertengahan 1992 pindah ke lantai III karena Sinode akan mempergunakan lantai II. Untuk mengatur dan menyapu ruang kebaktian dan memukul lonceng, dilakukan oleh Bapak Otu, pesuruh kantor Sinode secara sukarela.

4.2. Pengorganisasian

Keberadaan jemaat GMIT Kota Baru adalah impian dari warga GMIT yang utamanya berasal dari jemaat GMIT Kota Kupang dan jemaat GMIT Paulus Naikoten yang bermukim di wilayah Kota Baru. Dua jemaat ini menjadi pendukung kehadiran jemaat Kota Baru, di samping dukungan juga dari warga Kristen lain yang ada di wilayah Kota Baru yang kemudian bergabung menjadi jemaat GMIT Kota Baru.

4.2.1. Nama Jemaat

Nama Jemaat Kota Baru adalah nama yang disepakati oleh jemaat Kota Baru. Nama ini adalah sebuah nama yang menunjuk pada lokasi dimana warga Jemaat Kota Baru bermukim. Nama Kota Baru dipilih supaya lebih dekat, dikenal dan tidak asing bagi warga jemaat dan orang di luar jemaat. Nama ini juga mengingatkan jemaat akan pergumulan iman Jemaat Kota Baru untuk membentuk persekutuan jemaat di pemukiman baru, Kota Baru. Dengan alasan-alasan inilah maka nama-nama yang dimunculkan warga jemaat dengan memakai nama orang atau tempat dalam Alkitab tidak digunakan.

4.2.2. Hari Lahir Jemaat

Memang disadari bahwa secara dejure, tanggal  29 Januari 1989 adalah waktu dimana jemaat GMIT Kota Baru diresmikan, akan tetapi secara defacto aktivitas pelayanan telah dimulai sejak 15 Januari 1989. Surat Keputusan Majelis Sinode GMIT Nomor 176A/II.2/1989 tanggal 6 Juli 1989  menetapkan  GMIT  Kota Baru  sebagai  Gereja  Anggota GMIT.

Penerimaan dan persetujuan untuk menetapkan tanggal 15 Januari 1989 sebagai lahirnya jemaat GMIT Kota Baru secara teologis sejalan dengan eksistensi gereja yang sesungguhnya, seperti pengakuan gereja akan lahirnya gereja saat pentakosta, dimana lahirnya gereja ditentukan dengan adanya aktivitas pelayanan dan bukan sekedar pada pengakuan dejure saja. Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil Allah untuk bersekutu menjadi milikNya. Pengertian ini tergambar jelas pada 15 Januari 1989, dimana aktivitas persekutuan sebagai umat Allah dari jemaat GMIT Kota Baru  untuk  pertama  kali  berlangsung.

4.2.3. Keanggotaan

Keanggotaan jemaat Kota Baru adalah keanggotaan yang didasarkan pada wilayah pemukiman. Artinya, Jemaat Kota Baru adalah jemaat Kristus yang tinggal di Kota Baru dan sekitarnya. Jemaat Kristus yang bermukim di daerah pemukiman baru ini berasal dari berbagai jemaat GMIT yang ada di wilayah Klasis Kota Kupang dan sekitarnya. Jemaat-jemaat ini oleh para tokoh perintis didekati secara personal dan kekeluargaan untuk menjadi warga jemaat dari Jemaat Kota Baru. Hal yang sama juga dilakukan pada warga baru yang bermukim di Kota Baru dan menjadi Majelis Jemaat di jemaat asal mereka. Mereka didekati untuk bergabung dengan jemaat Kota Baru dalam jabatan sebagai Majelis Jemaat. Inilah strategi yang dilakukan oleh para perintis, yang juga sudah disampaikan kepada ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang, Pdt. Matheos Ndoen, dan mendapat restunya. Bahkan ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang sendiri menghimbau agar warga jemaat GMIT yang ada di daerah pemukiman Kota Baru agar bergabung menjadi warga jemaat Kota Baru. Karena itu keanggotaan jemaat GMIT Kota Baru adalah keanggotaan yang terjadi karena kesediaan untuk menjadi bagian dari jemaat GMIT Kota Baru bagi jemaat yang ada di wilayah pemukiman Kota Baru yang berasal dari jemaat GMIT Kota Kupang dan Paulus Naikoten dan jemaat sekitarnya.

4.2.4. Tim Koordinasi

Bertempat di rumah Bapak Dance A. Patty, SH, diadakan pertemuan untuk membahas pelayanan jemaat Kota Baru dan juga pembentukan Tim Koordinasi. Pertemuan itu dihadiri oleh 9 orang tokoh, yaitu: Drs. Jacob A. Frans, Cornelis Taga, Marthen Radja Tuka, Drs. Policharpus Ch. Mauko,MS, Dance A. Patty,SH, Maria Agustina Patty-Noach, Drs. Hengkie Jeheskial Soleman Mone, Drs. Johanis Damaleru dan Drs. Agus Palamba.
Dari pertemuan itu terpilih 4 orang tokoh, yaitu: Pnt. Drs. Jacob A. Frans sebagai ketua koordinator Harian Majelis Jemaat, Pnt. Cornelis Taga sebagai Wakil Ketua, Pnt. Marthen Radja Tuka selaku Sekretaris dan Pnt.Policharpus Ch. Mauko, selaku Bendahara. Tim ini mulai beraktivitas, dan dalam perjalanannya, tim ini mengalami perubahan personil, dimana sekretaris tim, Bapak Marthen Radja Tuka diganti oleh Bapak Agus Palamba karena Bapak Marthen Radja Tuka pindah tugas ke Timor-Timur.

4.3. Perkembangan Jemaat Kota Baru

4.3.1. Kebutuhan Tenaga Pelayan

Pertumbuhan dan perkembangan pelayanan di Jemaat Kota Baru semakin hari semakin bertambah dengan pesat. Keadaan ini membuat kebutuhan akan kehadiran seorang pendeta definitif yang melayani di jemaat ini amat diperlukan. Karena itu pada April 1989, Majelis Jemaat memutuskan untuk mengajukan permohonan kepada Badan Pekerja Klasis Kota Kupang untuk menempatkan seorang tenaga pelayan di jemaat Kota Baru. Kesepakatan ini diambil setelah Majelis Jemaat melihat pada kemampuan keuangan yang sudah memadai dan kebutuhan pelayanan jemaat.
Majelis Jemaatpun kemudian menghubungi Badan Pekerja Klasis Kota Kupang dan mempercakapkan hal ini. Hasil percakapan disepakati bahwa Badan Pekerja Klasis Klasis Kota Kupang akan segera melaksanakan proses penempatan tenaga pendeta di jemaat Kota Baru yang waktu itu baru berusia 4 bulan Pdt. Nicolas Tulu, S.Th, direkomendasikan untuk menjadi pendeta di jemaat Kota Baru. Namun dalam perjalanan proses penempatan mengalami kendala karena Pdt. Nicolas Tulu, S.Th masih melayani di jemaat Seba Klasis Sabu Barat dan sedang dipersiapkan untuk melayani di Klasis Lobalain, Ba’a. Karena itu sebagai gantinya dipersiapkan Pdt. Yeremias M. Lay Kanny, Sm.Th yang sementara baru dipindahkan dari jemaat Bethel Bima Klasis Sumbawa untuk melanjutkan studi di fakultas Teologi UKAW.
Ketika melakukan perkunjungan ke jemaat Kota Baru, ketua Badan Pekerja Klasis Kota Kupang, menyampaikan kepada jemaat dua persyaratan untuk penempatan pendeta, yaitu kesanggupan membiayai pendeta dan pastori bagi pendeta. Persyaratan itu dipenuhi Majelis Jemaat dan Jemaat GMIT Kota Baru. Karena itu proses penempatan Pdt. Yeremias M. Lay Kanny, Sm.Th dilaksanakan sambil jemaat mempersiapkan dua persyaratan itu. Dalam percakapan 20 April 1989 antara Majelis Jemaat dengan Badan Pekerja Klasis Kota Kupang direncanakan bahwa pada 30 April 1989, Pdt. Yeremias M. Lay Kanny,Sm.Th akan diperhadapkan. Namun kegiatan itu baru terjadi pada 7 Mei 1989 karena alasan kepindahan dan keluarga. Dengan demikian sejak tanggal 7 Mei 1989 jemaat GMIT Kota Baru telah memiliki seorang tenaga pendeta definitif.

4.3.2. Pelayanan Sakramen dan Hari Raya Gerejawi

Pelayanan Sakramen sebagai wujud dari pelayanan jemaat kepada warganya dalam jemaat Kota Baru untuk pertama kalinya berlangsung pada tahun 1989. Sakramen Perjamuan Kudus untuk pertama kalinya berlangsung pada perayaan Jumat Agung, 24 Maret 1989 jam 07.00 WITA, yang dipimpin oleh Pdt. Daud Laiskodat, Ketua Majelis Jemaat Silo Naikoten. Pelaksanaan Perjamuan Kudus ini didahului dengan pelaksanaan persiapan Perjamuan Kudus, yang terjadi pada 22 Maret 1989, yang dipimpin oleh Pdt. J. D. Ale, S.Th pada jam 16.00 WITA.
Sakramen Baptisan Kudus pertama kali dilakukan pada 4 orang anak, yakni Richie Heronimus Nailassa, Esterlina Lodia Sairwona, Orance Marteda Benu dan Vebriana Benu yang berlangsung pada 17 September 1989, saat jemaat Kota Baru sudah berbakti di lantai III Kantor Sinode GMIT. Pelaksanaan Baptisan Kudus ini semula akan dilaksanakan pada 23 Juli 1989, namun karena beberapa alasan maka diundurkan pada 17 September 1989. Dua hari sebelum pelaksanaan baptisan kudus juga diadakan pelayanan nikah pertama atas pasangan Mikhael Kase dengan Martince Adriana Lebrina Saekoko pada 15 September 1989.
Pada perayaan Paskah 1989, dengan dikoordinir komisi wanita, Jemaat Kota Baru melaksanakan sejumlah kegiatan, yaitu pawai Paskah pada jam 04.00 dini hari dilanjutkan dengan kebaktian fajar memperingati Paskah, kegiatan telur Paskah, kembang Paskah dan pasar murah yang berlangsung pada 26 Maret 1989. Pada 26 Desember 1989, diadakan juga pelayanan peneguhan sidi pertama di Jemaat GMIT Kota Baru yang dilayani oleh Pdt. Yeremias M. Lay Kanny,Sm.Th terhadap 4 warga jemaat, yaitu Benyamin Bani, Amelia Kabo, Marthen Faot dan Sumiaty.

5. Kemajelisan Tahun 1989-1992

5.1. Pemilihan Dan Pentahbisan Majelis Jemaat

Delapan orang Majelis Jemaat Kota Baru yang pertama berasal dari majelis jemaat GMIT Kota Kupang dan majelis jemaat GMIT Paulus.
Setelah menjadi jemaat mandiri, perkembangan kuantitas warga jemaat GMIT Kota Baru semakin pesat. Ini terjadi karena melalui pekerjaan Roh Kudus, kian hari jemaat semakin bertambah.Perkembangan ini berdampak langsung pada kebutuhan pelayanan, yaitu kebutuhan tenaga pelayan. Karena itu Majelis Jemaat GMIT Kota Baru memutuskan untuk melakukan penambahan Majelis Jemaat antar waktu (1989-1991). Terdapat 14 orang warga jemaat yang terpilih menjadi Majelis Jemaat antar waktu. Ke-14 orang Majelis Jemaat antar waktu itu adalah: Pnt .Drs. Godlief Moata, Pnt. Ariatje Catharina Siahaya – Daniel, SM, Pnt. N. B. Blegur, Pnt. Laurens Th. Apelles Poela, Pnt. Elias Sing, Pnt. Dra. Dorkas Sairwona-Soruday, Dkn. Jane Rosalin Laka-Hibu, Dkn. J. Kalendi, Dkn. A. Ch. Herewila-Likadja, Pnt. Drs. Jacob Lasfeto, Dkn. Yuliana Benu, Dkn. Yublina Gah, Pnt. Ir. Jakob Billik dan Dkn. Paulina Damaleru. Dari ke-14 orang ini, satu di antaranya, yaitu Drs. Jacob Kalendi ditunda peneguhannya. Sedangkan 13 lainnya diteguhkan pentahbisannya pada 9 Juli 1989 oleh Pdt. Yeremias M. Lay Kanny,Sm.Th. Kebaktian peneguhan berlangsung di SD Inpres Bertingkat Kelapa Lima 1.
Dengan kehadiran Majelis Jemaat antar waktu, maka keseluruhan Majelis Jemaat yang melayani di jemaat GMIT Kota Baru berjumlah 22 orang, yaitu:
1. Majelis Jemaat Rayon 1: Pnt. Godlief Moata, Pnt. Ariantje Cheterina Siahaya – Daniel,SM, Pnt. N. B. Blegur, Pnt. Marthen Radja Tuka, Dkn. N. Lenggu, Dkn. Yuliana Benu, Dkn. Yublina Gah.
2. Majelis Jemaat Rayon 2: Pnt. Agus Palamba, Pnt. Drs. Hengkie Jeheskial Soleman. Mone, Pnt. Ir. Jakob Billik, Pnt. Kusa Nope, Dkn. A. Ch. Herewila-Likadja
3. Majelis Jemaat Rayon 3: Pnt. Drs. Jacob A. Frans, Pnt. Drs. Policharpus Ch. Mauko, MS, Pnt. Drs. Jacob Lasfeto, Pnt. Laurens Thimotius Apelles Poela, Pnt. Elias Sing, Dkn. Paulina Damaleru.
4. Majelis Jemaat Rayon 4: Pnt. Marnix Sairwona, Pnt. Steven Sukirman, Pnt. Dra. Dorkas Sairwona-Soruday dan Dkn. Jane Rosalin Laka-Hibu.
Dua hari setelah pentahbisan Majelis Jemaat antar waktu, yakni pada Selasa, 11 Juli 1989, bertempat di rumah Pnt. Drs.Policharpus Ch. Mauko,MS diadakan persidangan pertama Majelis Jemaat GMIT Kota Baru. Dalam persidangan itu disepakati untuk membubarkan koordinator harian Majelis Jemaat GMIT Kota Baru dan membentuk Majelis Jemaat Harian antar waktu 1989-1991.
Struktur Majelis Jemaat Harian yang baru adalah:

– Pdt. Yeremias M. Lay Kanny, Sm.Th: Ketua
– Pnt. Drs. Jacob A. Frans: Wakil Ketua
– Pnt. Marthen Radja Tuka: Sekretaris I
– Pnt. Drs. Agus Palamba: Sekretaris II
– Pnt. Drs. Policharpus Ch. Mauko, MS: Bendahara I
– Pnt. Steven Sukirman : Bendahara II
– Pnt. Marnix Sairwona : Komisi Kekes (Keesaan dan Kesaksian)
– Pnt. Ir. Jakob Billik : Komisi PJ (Pembangunan Jemaat)
– Pnt. Drs. Godlief Moata : Komisi PPK
– Pnt. Drs. Hengkie J. S. Mone : Komisi Renlitbang
– Pnt. Elias Sing : Komisi Fungsional
– Dkn. A. C. Herewila-Likadja : Komisi Wanita
– Pnt. Laurens Thimotius Apelles Poela : Komisi Pemuda
– Pnt. Dra. Dorkas Sairwona-Soruday: Komisi KA/KR
– Pnt. Drs. Jacob Lasfeto : Komisi Kaum Bapak

Pada rapat itu belum sempat dibentuk Komisi Keuangan dan Harta Milik, karena itu ditunjuk pelaksana tugas yang ditangani oleh Bendahara. Selanjutnya dalam rapat kedua Majelis Jemaat GMIT Kota Baru, tanggal 10 Agustus 1989, diputuskan untuk menambah lagi 2 komisi dalam Majelis Jemaat Harian GMIT Kota Baru, yaitu komisi keuangan dan harta milik yang diketuai oleh Pnt. Steven Sukirman dan komisi pembangunan dan diakonia sebagai hasil peleburan dari komisi PPK, yang diketuai oleh Pnt. Godlief Moata. Dalam rapat itu juga diputuskan bahwa Bendahara II yang dilaksanakan oleh Pnt. Sukirman digantikan oleh Dkn. Paulina Damaleru-Nguru.
Demikianlah secara perlahan tetapi terencana dengan baik, kepengurusan dalam tubuh Majelis Jemaat GMIT Kota Baru dibentuk dan ditata mengikuti aturan yang diamanatkan dalam tata Gereja GMIT yang berlaku pada waktu itu. Dengan terbentuknya kepengurusan pada aras Majelis Jemaat, maka Jemaat GMIT Kota Baru semakin berbenah diri dalam melakukan pelayanan baik secara organis maupun organisme bagi kemuliaan nama Tuhan dalam jemaat Tuhan yang dipercayakan kepada mereka.

5.2 Perintisan Gedung Kebaktian

Setelah berbakti di kantor Sinode GMIT, semakin dirasakan perlu membangun satu gedung kebaktian, maka pada tanggal 27 Agustus 1989, diadakan pertemuan untuk membentuk Panitia Pembangunan Gedung Kebaktian Kota Baru, yang diketuai oleh Bapak Hermanus Sumarno. Sejak saat itu dimulailah pembangunan gedung Kebaktian Gereja Kota Baru.

Sumber: 
“Bertumbuh Bersama”
Sejarah GMIT Kota Baru

Foto-Foto